apakah boleh menghisap susu istri

apakah boleh menghisap susu istri

Hukum Suami Minum Susu Istri • KonsultasiSyariah.com Dalam agama Islam, suami diperbolehkan untuk menghisap puting istrinya jika dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis sang istri. Suami juga bisa mengonsumsi susu istri dengan izin dan persetujuan dari istri. Namun, hanya bayi yang memiliki hak untuk mengonsumsi ASI. Tidak ada ketentuan khusus mengenai kapan dan dimana suami bisa mengonsumsi susu istri. Dalam hubungan suami istri, suami diperbolehkan untuk bersenang-senang dengan istrinya dalam bentuk apa saja, termasuk mencium dan menghisap payudaranya. Namun, bagian dubur atau anus tidak boleh dicumbu. Hal ini bertujuan agar suami istri tidak salah langkah ketika melakukan hubungan intim. Menurut Ustadz Dr Khalid Basalamah Lc MA, jika seorang anak minum air susu ibu (ASI), maka akan menjadi mahramnya. Sehingga, secara sengaja atau tidak, suami boleh menghisap susu istrinya dengan persetujuan dan izin dari istri. Namun, jika istri sedang dalam masa menyusui anak, sebaiknya suami tidak menghisap susu istri karena bisa membawa kuman dan membahayakan kesehatan anak. Suami juga diperbolehkan untuk menelan ASI istri saat berhubungan intim, selama hal ini tidak membuat suami dan anak saling memperebutkan ASI. Air susu dianggap sebagai air yang suci dan halal. Dalam Islam, masih ada perbedaan pendapat mengenai keharaman mengonsumsi susu istri. Namun, jika dilakukan dengan izin dan persetujuan dari istri serta tidak menimbulkan pertentangan dengan hukum Islam lainnya, maka suami boleh meminum susu istri. Secara umum, suami yang menghisap payudara istri tidak mempengaruhi janin saat kehamilan muda. Namun, suami sebaiknya tidak hanya menghisap payudara, tetapi juga melakukan variasi lain yang dapat merangsang pasangan, seperti menggunakan benda-benda untuk memberikan sensasi berbeda. Dalam kesimpulannya, KonsultasiSyariah.com menyatakan bahwa suami diperbolehkan untuk menghisap puting dan meminum susu istri dengan izin dan persetujuan dari istri, selama hal ini tidak menimbulkan pertentangan dengan hukum Islam lainnya.