hukum crypto

hukum crypto

Kripto Halal sebagai Aset, Haram Jika Dipakai untuk Alat Pembayaran Pada beberapa kalangan ulama dan ahli ekonomi, terdapat perbedaan pandangan mengenai kelayakan penggunaan cryptocurrency. Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang merupakan tindakan yang haram. Hal ini disebabkan karena cryptocurrency mengandung gharar dan dharar yang bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015. Untuk memahami lebih lanjut mengenai status hukum kripto, perlu dipahami apakah kripto dapat dianggap sebagai aset atau tidak, serta dampaknya terhadap hukum dalam melakukan transaksi. Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 mengatur mengenai Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Dalam Islam, sebuah harta harus terdiri atas aset yang bermanfaat atau dapat dijamin manfaatnya, sehingga jika tidak terpenuhi, maka harta tersebut tidak dapat digunakan sebagai sarana bertransaksi. Pemerintah Indonesia telah mengatur tentang penggunaan uang kripto melalui Kementerian Perdagangan. Namun, menurut MUI, uang kripto seperti Bitcoin, Ethereum, Dogecoin, Solana, Polkadot, Shiba Inu, dan lainnya tetap dianggap mengandung gharar, dharar, serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015. Banyak pertanyaan mengenai hukum melabur dalam Bitcoin atau aset digital lainnya. Berdasarkan pembahasan oleh para ulama dan ahli ekonomi, terdapat dua jenis perbincangan mengenai hal ini. Namun, jika cryptocurrency dianggap mengandung gharar, maka penggunaannya tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, kripto dapat dianggap halal sebagai aset, namun haram jika dipakai sebagai alat pembayaran.