keroncong

keroncong

Mus Mulyadi Sundari Sukotdjo - Keroncong Terbaik - YouTube Musik keroncong adalah genre musik Indonesia yang lahir dari perpaduan budaya Barat dan Timur. Musik ini memanfaatkan alat musik kroncong yang seperti ukulele. Lagu-lagu keroncong terkenal seperti "Dewi Murni", "Begawan Solo", "Di Bawah Sinar Bulan Purnama", "Dinda Bestari", "Jembatan Merah", dan "Bunga Sakura". Pada tahun 1968, Manthous memperkenalkan campursari, yaitu gabungan antara alat musik gamelan dan keroncong. Kini, daerah Yogya, Solo, Sragen, Ngawi, dan sekitarnya dikenal sebagai pusat para artis musik campursari. Perjalanan musik keroncong di Solo dimulai sekitar tahun 1920-an. Anton Ferdinand Roland Landouw adalah penyanyi keroncong pertama di Solo pada saat itu. Pada 1940-1950-an, citra Solo semakin melekat pada keroncong Indonesia. Menurut pakar keroncong Sunarto Joyopuspito, musik keroncong sudah melewati empat fase perubahan sejak tahun 1880. Fase-fase tersebut adalah keroncong tempo doeloe (1880-1920), keroncong abadi (1920-1960), keroncong modern (1960-2000), dan keroncong millennium (2000-saat ini). Musik keroncong juga diadaptasi dalam berbagai bentuk, misalnya Langgam Jawa. Meskipun mengalami masa keemasan pada masa revolusi, musik keroncong masih terus dikembangkan oleh beberapa musisi hingga saat ini. Karyanya yang melegenda, seperti "Bengawan Solo" dari Gesang dan lagu-lagu dari Waljinah dan Sundari Sukoco, terus dikenang oleh masyarakat Indonesia. Buku berjudul Keanekaragaman Keroncong Indonesia diluncurkan oleh MMI Kota Malang untuk mendokumentasikan album-album keroncong di Indonesia. Lutgard Mutsaers, seorang musisi rock dan peneliti musik populer asal Belanda, menulis tentang proses kemunculan musik keroncong yang unik. Alat musik yang digunakan dalam musik keroncong meliputi biola, gitar, cello, kontrabas, kroncong, ukulele, dan piano. Musik keroncong terus diperjuangkan oleh beberapa musisi agar eksistensinya terus dipertahankan dalam ranah musik Indonesia.