sejarah banten pejati

sejarah banten pejati

Mengenal Banten Pejati, Wujud Kesungguhan Umat Hindu di Bali - detikcom Banten pejati merupakan salah satu banten paling sering dipergunakan umat Hindu di Bali ketika melaksanakan upacara Pañca Yajña. Kata "pejati" sendiri berasal dari bahasa Bali yang artinya sungguh-sungguh atau benar-benar. Banten pejati dihaturkan sebagai wujud kesungguhan hati kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, beserta manifestasinya dalam melaksanakan upacara. Banten pejati terdiri dari berbagai unsur, seperti daksina, banten peras, tipat kelanan, banten ajuman, pesucian, segehan alit, daun/plawa, bunga, beras, dan air. Adapun fungsi banten pejati adalah sebagai sarana upacara terkecil namun isinya paling lengkap, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Dalam upacara Pañca Yajña, umat Hindu Bali juga menggunakan canang sebagai sarana persembahan. Canang digunakan pada berbagai hari raya besar keagamaan Hindu, seperti Galungan, Pagerwesi, dan Kuningan. Setiap melakukan upacara yadnya, umat Hindu Bali akan mempersembahkan sebuah banten pejati sebagai wujud kesungguhan hati. Bentuk dari banten pejati pada dasarnya adalah satu kesatuan atau rangkaian. Tapak Dara yang digunakan dalam banten pejati merupakan simbol dari keseimbangan antara alam makro dan mikrokosmos. Selain itu, Tapak Dara juga sering digunakan untuk menghilangkan wabah yang menimpa manusia dan ternak, seperti Gering, Sasab, dan Merana. Banten pejati merupakan bagian dari kebudayaan umat Hindu Bali yang memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Sebagai wujud kesungguhan hati, banten pejati menjadi sarana terkecil namun paling lengkap untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.