kesaksian mualaf

kesaksian mualaf

Kisah Mualaf Asal Korsel, dari Benci Islam hingga Mantap Jadi Muslim Muhammad Son, seorang mualaf asal Korea Selatan, membagikan kisahnya mengenai perjalanan hidupnya dari membenci agama Islam hingga akhirnya memeluk Islam. Kepada masyarakat dan anak-anak di Korsel, citra tentang Islam hanya dipenuhi oleh penggambaran negatif seperti kekerasan dan terorisme. Namun, kisah-kisah mualaf lainnya yang dulunya sangat melawan agama Islam, seperti Daniel Streich, Ibrahim Killington, dan Terry, menyatakan bahwa tragedi serangan teroris 11 September 2001 adalah awal dari perubahan hidup mereka. Kisah Persephone Rizvi yang menjadi mualaf sangat dramatis, karena dulunya ia sering pergi ke pesta dan menyukai mabuk-mabukan sampai dijuluki sebagai "Party Girl". Vanni, seorang pemuda aktivis gereja asal Filipina, juga memeluk Islam saat ia berusia 29 tahun. Sebelumnya, ia terlahir dan dibesarkan dalam keluarga Katolik dan seluruh waktunya dihabiskan di gereja. Dua wanita mualaf asal Amerika Serikat tidak menyebutkan namanya, tetapi berbagi tentang kiat-kiat jika ingin menjadi mualaf namun keluarga tidak setuju. Siti Aminah Silaban, seorang mualaf asal Indonesia, mengisahkan perjalanannya memeluk Islam yang penuh rintangan dan tantangan. Menurut Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, ada empat syarat menjadi mualaf yang sah secara agama, yakni mengucapkan dua kalimat syahadat, syarat pertama untuk memasuki Islam. Selain itu, terdapat banyak pakar agama yang menginterpretasikan Al-Quran secara berbeda, seperti tafsir Ibnu Katsir yang mengatakan bahwa utusan ketiga dalam ayat tertentu adalah Bulus (Paulus). Kisah-kisah mualaf ini menunjukkan bahwasanya kekuatan iman dan hidayah Allah SWT dapat mengubah hidup seseorang dari benci menjadi cinta terhadap agama Islam.