pasal 296 dan 506 kuhp

pasal 296 dan 506 kuhp

Isi Pasal 296 KUHP tentang Keterlibatan dalam Prostitusi Di Indonesia, masalah prostitusi menjadi perhatian melalui Pasal 296 KUHP. Unsur pidana kesusilaan dalam prostitusi ditujukan bagi subjek yang memiliki peranan langsung pada aktivitas tersebut. Pasal ini digunakan untuk memberantas orang-orang yang mengadakan bordil atau tempat-tempat pelacuran. Sementara Pasal 506 KUHP lebih merujuk pada muncikari atau makelar cabul. Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara setidaknya satu tahun empat bulan atau pidana denda. Perbedaan keduanya adalah Pasal 296 KUHP menyasar pada pengadangan orang yang menjalankan bisnis prostitusi, sedangkan Pasal 506 KUHP menyasar pada pengacara atau pelindung pelacur. Namun, terdapat beberapa aturan yang terkait dengan tindakan prostitusi di luar undang-undang KUHP, seperti UU No. 21 Tahun 2007, UU No. 44 Tahun 2008, UU No.11 Tahun 2008 jo. UU. 19 Tahun 2016, serta Peraturan Daerah di beberapa daerah di Indonesia. Walaupun prostitusi adalah sebuah tindakan ilegal di Indonesia, namun tetap ada keberadaannya yang dapat ditemukan dalam bentuk online dan offline. Oleh karena itu, pasal 296 KUHP dan pasal 506 KUHP yang mengatur mengenai sanksi pidana bagi mucikari yang melakukan tindak pidana prostitusi, perlu ditegakkan dengan ketat demi keamanan dan keamanan masyarakat.