gambar eyang suro diwiryo

gambar eyang suro diwiryo

Riwayat 68 Tahun Eyang Suro dalam Persilatan Indonesia Eyang Suro, atau Mbah Suro yang nama aslinya Ki Ageng Hadji Ngabehi Soerodiwirdjo atau Muhammad Masdan, adalah putra sulung Ki Ngabehi Soeromihardjo. Tidak jelas kapan dan di mana Eyang Suro lahir, namun ada dua versi mengenai hal tersebut. Ia mempunyai garis keterunan batoro katong di Ponorogo dan kawin dengan ibu sarijati umur 29 tahun di Surabaya, tetapi semua anak-anaknya meninggal dunia sewaktu masih kecil. Eyang Suro dikenal sebagai seorang pria suci yang memiliki kekuatan spiritual luar biasa. Ia meninggal dunia pada hari legi, 10 November 1944, dan dimakamkan di makam Winongo Madiun pada usia 68 tahun. Eyang Suro mempelajari pencak silat di Jakarta, di mana ia memperdalam silat Betawian, Kwitangan, serta silat khas Aceh seperti Kucingan, Bengai Lancam, Simpangan, Turutung, dan silat Aceh Pantai. Setelah pulang ke Surabaya pada tahun 1902, Eyang Suro mendalami ilmu agama dan pencak silat di Pesantren. Beliau terus mempraktikkan dan memperdalam pencak silat sebagai kegemarannya. Ki Ngabehi Suro Diwiryo atau Eyang Suro memiliki garis keturunan yang berasal dari Batoro Katong di Ponorogo, putra Prabu Brawijaya Majapahit. Saudara laki-laki dari ayahnya, R.A.A. Koesoemodinoto, menjabat sebagai Bupati Kediri pada saat itu. Kisah Eyang Suro menjadi legenda di kalangan masyarakat Indonesia dan memperkaya sejarah persilatan di Indonesia.