tragedi sampit madura

tragedi sampit madura

Konflik Sampit yang terjadi pada tahun 2001 melibatkan dua kelompok etnis yang berasal dari suku Dayak asli dan warga imigran Madura dari pulau Madura. Pada 18 Februari 2001, dua orang warga Madura diserang oleh sekelompok warga Dayak yang menjadi pemicu konflik tersebut. Konflik horizontal ini mengakibatkan lebih dari 500 kematian dan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal di Kalimantan. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah sebelum kemudian menyebar ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini dipicu oleh persaingan dalam berbagai aspek antara kedua kelompok tersebut. Sebelumnya, sudah terjadi perselisihan antara suku Dayak dan Madura. Namun, penduduk Madura pertama kali tiba di Kalimantan Tengah pada tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Ada dugaan bahwa salah seorang pelaku pembunuhan Sandong bersembunyi di Sampit, ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur, kota tetangga Katinggan. Konflik ini memicu serangan pasukan inti Dayak yang kemudian diikuti oleh warga Dayak lainnya. Mereka menyerang rumah dan warga di sepanjang kota Sampit dan membunuh ratusan warga Madura secara mengenaskan, bahkan memenggal kepalanya. Sejarah konflik Sampit menjadi catatan kelam dalam sejarah Indonesia, terutama untuk Kota Sampit di Pulau Kalimantan. Tragedi ini bermula pada 18 Februari 2001 dengan tewasnya empat keluarga Madura yang dibunuh. Diperkirakan korban jiwa mencapai angka 469 orang dalam konflik yang berlangsung selama 10 hari. Oleh karena itu, adanya upaya pola edukasi yang dilakukan oleh pemerintah atau suku Dayak dan Madura sangat penting dalam menjaga keharmonisan. Hingga saat ini, konflik Sampit masih menjadi perhatian khusus dan menuntut penyelesaian yang tepat dan adil bagi semua pihak yang terlibat. Tahun 2021 ini, sudah 21 tahun sejak terjadinya tragedi tersebut, dan kita harus mengambil pelajaran dari sejarah buram ini agar tidak terulang di masa depan.